Selasa, 31 Mei 2016

PSAP 5

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Persediaan (Inventory), merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi, hampir 50% dana perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk membeli bahan-bahan bangunan. Sehingga perusahaan jasa tidak memiliki persediaan, perusahaan dagang hanya memiliki persediaan barang dagang sedang perusahaan industri memiliki 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi (siap untuk dijual).
Hampir seluruh oprasional instansi pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan banyak membutuhkan persediaan. Oleh karenanya, pemerintah sebagai organisasi publik yang bertugas menyediakan barang dan jasa publik, ia harus mengelola persediaannya secara baik. Selain dikelola, pemerintah juga harus mempertanggungjawabkan tentang persediaan ini pada akhir tahun anggaran karena dianggap sebagai bahan habis pakai.
Dalam laporan keuangan, persediaan merupakan hal yang sangat penting karena baik laporan Rugi/Laba maupun Neraca tidak akan dapat disusun tanpa mengetahui nilai persediaan. Kesalahan dalam penilaian persediaan akan langsung berakibat kesalahan dalam laporan Rugi/Laba maupun neraca. pencatatan persediaan ini sendiri sebagai bahan nantinya untuk pertanggungjawaban, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang terdiri dari dua lampiran, yaitu Lampiran I mengatur kebijakan akuntansi yang menggunakan basis akrual sedangkan Lampiran 2 mengatur kebijakan akuntansi yang masih menggunakan basis kas menuju akrual (cash toward accrual). Selain itu juga didukung dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 05. Akan tetapi, penerapan akuntansi berbasis akrual ini bukanlah sesuatu yang mudah, Ini terbukti dengan adanya beberapa permasalahan yang terjadi pada beberapa pemerintah daerah.
Berdasarkan penjabaran diatas terlihat bahwa persediaan ini harus dilakukan pengelolaan dengan baik mengingat beberapa kebijakan baru yang harus dipenuhi serta permasalahan yang timbul karenanya. Keadaan tersebut membuat penulis tertarik untuk mengambil tema dalam pembuatan makalah kali ini, yaitu tentang Akuntansi Persediaan.

Rumusan Pembahasan

Apa yang dimaksud dengan Akuntansi Persediaan?
Apakah yang dimaksud dengan pengakuan persediaan?
Apakah yang dimaksud dengan pengukuran persediaan?
Bagaimana pencatatan akuntansi persediaan?
Apa permasalahan yang terjadi dalam persediaan?
Bagaimana solusi dari permasalahan dalam persediaan?

Tujuan Pembahasan

Untuk mengetahui Pemahaman tentang pengertian akuntansi persediaan.
Untuk mengetahui pengakuan persediaan dalam akuntansi pemerintahan.
Untuk mengetahui pengukuran persediaan dalam akuntansi pemerintahan.
Untuk mengetahui cara pencatatan akuntansi persediaan.
Untuk mengetahui tentang permasalahan yang terjadi dalam persediaan.
Untuk mengetahui tentang solusi dari permasalahan dalam persediaan.

Manfaat Pembahasan

Dengan mempelajari makalah akuntansi persediaan diharapkan mampu memberikan pengetahuan tentang pentingnya melakukan pengelolaan persediaan. Serta dapat memberikan pengetahuan tentang pengakuan persediaan dan pengukuran persediaan dalam akuntansi pemerintahan. Mengetahui cara pencatatan akuntansi persediaan. Dan yang terakhir untuk mengetahui tentang permasalahan yang terjadi dalam persediaan serta membahas tentang solusi dari permasalahan dalam persediaan tersebut.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Akuntansi Persediaan
Menurut Peraturan Pemerintah RI  Nomor 71 tahun 2010, yang dimaksud dengan persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan (supplies) yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Inventory menurut perusahaan dagang, Persediaan merupakan barang-barang yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk dijual kembali dengan tanpa mengubah bentuk dan kualitas barang, atau dapat dikatakan tidak ada proses produksi sejak barang dibeli sampai dijual kembali oleh perusahaan.
Inventory menurut perusahaan industry, adalah barang-barang atau bahan yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut menjadi barang jadi atau setengah jadi atau mungkin menjadi bahan baku bagi perusahaan lain, hal ini tergantung dari jenis dan proses usaha utama perusahaan. Misalnya : Perusahaan industri permintaan kapas, bahan bakunya adalah kapas dari petani atau perkebunan, diolah menjadi benang, benang merupakan barang jadi baginya. Sedangkan perusahaan industri kain bahan bakunya adalah benang yang diolah menjadi kain sebagai barang jadi, dan perusahaan industri pakaian jadi membutuhkan bahan baku kain dan seterusnya.
Dengan gambaran diatas maka persediaan untuk perusahaan-perusahaan manufaktur pada umumnya mempunyai tiga jenis persediaan yaitu:
Bahan baku (direct material)
Barang persediaan milik perusahaan yang akan diolah lagi melalui proses produksi, sehingga akan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sesuai dengan kegiatan perusahaan. Besarnya persediaan bahan baku dipengaruhi oleh perkiraan produksi, sifat musiman produksi, dapat diandalkannya pihak Pemasok serta tingkat efisiensi penjadwalan pembelian dan kegiatan produksi.
Barang dalam proses ( Work in proses)
Adalah barang yang masih memerlukan proses produksi untuk menjadi barang jadi, sehingga persediaan barang dalam proses sangat dipengaruhi oleh lamanya produksi, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak saat bahan baku masuk keproses produksi sampai dengan saat penyelesaian barang jadi.
Barang jadi (Finished goods)
Adalah barang hasil proses produksi dalam bentuk final sehingga dapat segera dijual, pada persediaan ini besar kecilnya persediaan barang jadi sebenarnya merupakan masalah koordinasi produksi dan penjualan. Manajer keuangan dapat merangsang peningkatan penjualan dengan cara mengubah persyaratan kredit atau dengan memberikan kredit untuk resiko yang kecil (marginal risk). Tetapi tidak peduli apakah barang-barang tercatat sebagai persediaan atau sebagai piutang dagang, manajer keuangan harus tetap membiayainya. Sebenarnya perusahaan lebih suka menjualnya (dan tercatat sebagai piutang dagang), karena dengan demikian untuk menuju realisasi kas tinggal satu langkah saja. Dan laba potensial dapat menutup tambahan resiko penagihan piutang.
2.1.1. Karakteristik Persediaan
Karakteristik persediaan dalam Akuntansi Pemerintah tidak jauh beda dengan organisasi sektor publik yang lainnya, yang menggunakan persediaan bukan untuk dijual kembali tetapi untuk pelayanan masyarakat. Berikut terdapat dua hal penting yang menjadi karakteristik dari persediaan yaitu:
Sisi manfaat
Jika dilihat dari sisi manfaatnya, persediaan disini dikatakan sebagai aset lancar. Aset lancar sendiri merupakan aset yang memiliki masa manfaat satu tahun atau 12 (dua belas) bulan. Suatu asset dapat digolongkan kedalam persediaan apabila :
Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah. Termasuk dalam kelompok ini adalah barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak pakai habis seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses produksi. Persediaan dalam kelompok ini meliputi bahan yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat-alat pertanian, dan lain-lain.
Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. Contoh persediaan yang termasuk dalam kelompok ini adalah alat-alat pertanian setengah jadi.
Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan. Contohnya adalah hewan/tanaman.

Sisi bentuk (wujud) barangnya
Sisi bentuk (wujud) barang yang dimaksud adalah dalam bentuk barang atau perlengkapan, bahan, barang dalam proses dan barang untuk dijual/diserahkan dalam rangka kegiatan pemerintahan. Barang bisa diartikan sebagai aset definitif yang dapat langsung digunakan, sedangkan perlengkapan merupakan aset definitif yang digunakan bersama dengan aset definitif lainnya dan bahan merupakan benda yang akan digunakan untuk proses produksi.. Contoh, mobil dan sparepart. Dua-duanya merupakan aset definitif karena dua-duanya merupakan barang jadi. Apabila kita membeli mobil tentu sudah termasuk bagian-bagian yang disebut dengan sparepart. Mobil dapat langsung digunakan yaitu sebagai alat angkutan. Sedangkan sparepart merupakan bagian-bagian yang tidak dapat diambil manfaatnya secara tersendiri. Sparepart bermanfaat apabila dipasang sebagai bagian dari mobil, sehingga mobil bisa didefinisikan sebagai barang sedangkan sparepart didefinisikan sebagai perlengkapan. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa suatu barang akan didefinisikan sebagai persediaan, apabila entitas hanya memperoleh/mengambil masa manfaat atas barang tersebut tidak lebih dari satu tahun atau 12 (dua belas) bulan dan/atau barang/benda tersebut merupakan perlengkapan, bahan, barang dalam proses dan barang untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat.

2.1.2.  Jenis-Jenis Persediaan
Persediaan terdiri dari beberapa jenis yaitu
Berdasarkan sifat pemakaiannya, persediaan terdiri dari barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
Berdasarkan bentuk dan jenisnya, persediaan terdiri dari barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam proses/setengah jadi dan barang-barang untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
Bedasarkan tujuan strategis/berjaga-jaga, persediaan ini berupa cadangan energi (misalnya minyak) dan cadangan pangan (misalnya beras).

2.2. Pengakuan persediaan
Pengakuan merupakan pencatatan suatu item dalam akuntansi yang selanjutnya akan disajikan dalam laporan keuangan. Pengakuan membutuhkan konsep untuk menentukan kapan dan bagaimana transaksi keuangan dapat diakui sebagai unsur dalam laporan keuangan. Bagaimana persediaan diakui sebagai unsur yang akan disajikan dalam laporan keuangan pemerintah berbasis akrual, yaitu pada saat terpenuhinya hal-hal berikut ini:
Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Biaya tersebut didukung oleh bukti/dokumen yang dapat diverifikasi dan di dalamnya terdapat elemen harga barang persediaan sehingga biaya tersebut dapat diukur secara andal, jujur, dapat diverifikasi, dan bersifat netral
Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah.
Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik.
2.3. Pengukuran persediaan
Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan. Persediaan dicatat sebesar jumlah uang yang menjadi nilai dari persediaan tersebut. Jumlah uang tersebut menunjukkan biaya yang dapat diukur secara andal atas perolehan/kepemilikan persediaan.
Pengukuran Nilai Persediaan disajikan sebesar:
Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
Ilustrasi:
Pada tanggal 1 Pebruari Dinas membeli obat-obatan senilai Rp100.000.000,00. dari pembelian tersebut terdapat biaya lelang sebesar Rp2.000.000,00. Fungsi akuntansi akan mencatat nilai persediaan sebesar:
Biaya Perolehan = Pembelian + biaya lelang
= Rp100.000.000,00 + Rp2.000.000,00
= Rp102.000.000,00
Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis berdasarkan ukuran – ukuran yang digunakan pada saat penyusunan renana kerja dan anggaran.
Ilustrasi:
Dinas Kehutanan Kota Jaya memproduksi minyak kayu putih sendiri. Biaya untuk membuat minyak kayu putih terdiri atas bahan baku senilai Rp75.000.000,00 gaji para pekerja sebesar Rp25.000.000,00 serta biaya overhead senilai Rp 5.000.000,00. Berdasarkan informasi tersebut, fungsi akuntansi akan mencatat nilai persediaan sebesar:
Nilai persediaan = Biaya Langsung (Biaya Variabel) + Biaya Tidak Langsung (Biaya Tetap)
= Rp75.000.000,00 + Rp25.000.000,00 + Rp5.000.000,00
= Rp105.000.000,00
Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan. Harga/nilai wajar perseiaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakan dinilai dengan menggunakan nilai wajar.
Ilustrasi:
Dinas Pertanian Kota Jaya menerima donasi berupa pupuk dari pabrik pupuk sebanyak 100 ton. Berdasarkan hasil survei di pasar, harga pupuk per ton adalah Rp1.000.000,00. Berdasarkan informasi tersebut, fungsi akuntansi akan mencatat nilai persediaan pupuk sebesar 1.000 ton x Rp1.000.000,00 atau Rp1.000.000.000,00.
Ada beberapa pengukuran atau penilaian dalam persediaan, yaitu:
Penilaian dengan pendekatan arus harga pokok (cost basic flow approach)
Dalam pendekatan ini terdapat dua sistem pencatatan persediaan yaitu sistem periodik dan sistem perpetual yang masing-masing ada tiga cara penilaian persediaan, yaitu:
FIFO (First in First Out), masuk pertama keluar pertama. Metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan awal (pertama) masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dengan nilai perolehan persediaan yang terakhir masuk (dibeli). Metode ini cenderung menghasilkan persediaan yang nilainya tinggi dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan yang dibeli.
LIFO (Last In First Out), masuk terakhir keluar pertama. Metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan terakhir masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dan dilaporkan berdasarkan nilai perolehan persediaan yang awal (pertama) masuk atau dibeli. Metode ini cenderung menghasilkan nilai persediaan akhir yang rendah dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan yang rendah.
Metode Rata-rata (average method). Dengan menggunakan metode ini nilai persediaan akhir akan menghasilkan nilai antara nilai persediaan metode FIFO dan nilai persediaan LIFO. Metode ini juga akan berdampak pada nilai harga pokok penjualan dan laba kotor.
Penilaian Persediaan Selain Arus Harga Pokok
Dalam pendekatan ini ada tiga metode yang digunakan, yaitu:
Lower Cost of Market, Yaitu metode harga terendah antara harga pokok dan harga pasar. Metode ini dapat diterapkan dalam kondisi persediaan tidak normal, misalnya cacat, rusak dan kadaluarsa. Pokok dari metode ini adalah membandingkan nilai yang lebih rendah antara nilai pasar (replacement value) dan nilai perolehan (cost). Nilai pasar yang akan dipilih harus dibatasi, yaitu tidak boleh lebih rendah dari batas bawah (floor limit) dan tidak boleh lebih tinggi dari batas atas (ceiling limit).
Gross Profit Method, Metode laba kotor ini bersifat estimasi dalam penilaian persediaannya. Biasanya diterapkan karena keterbatasan dokumen yang terkait dengan persediaan, misalnya karena terjadi bencana kebakaran dan banjir. Dasar penilaian persediaannya adalah pada persentase laba kotor perusahaan tahun berjalan atau rata-rata selama beberapa tahun. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
mengestimasi nilai penjualan tahun berjalan,
menghitung nilai harga pokok penjualan berdasarkan pada persentase laba kotor yang telah diketahui dan
menghitung estimasi nilai persediaan akhir dengan mengurangkan harga pokok penjualan terhadap penjualan
Retail Method, Metode eceran ini menilai persediaan akhir dengan cara menghitung terlebih dahulu nilai persediaan akhir berdasarkan eceran. Nilai persediaan akhir dengan harga pokok akan diketahui dengan cara menghitung rasio antara nilai persediaan yang tersedia untuk dijual dengan pendekatan harga pokok dibandingkan dengan pendekatan ritel. Kemudian rasio yang diperoleh dikalikan dengan persediaan akhir yang dinilai dengan pendekatan eceran dapat dirumuskan sebagai berikut:
2.4. Pencatatan akuntansi persediaan
Akuntansi pemerintahan dalam mencatat pengadaan persediaan menggunakan metode fisik (physical method) atau metode periodik (periodical method) artinya persediaan yang diperoleh atau diadakan dicatat sebagai “belanja” yang merupakan komponen atau nominal/temporer. Namun persediaan yang dibeli/diperoleh secara pisik diadministrasikan oleh bagian gudang/barang berdasarkan prinsip perpetual. Secara periodik (biasanya akhir tahun buku) berdasarkan hasil perhitungan pisik, nilai persediaan dicatat dalam akun “persediaan” di sisi debit, dan akun “cadangan” dicatat di sisi kredit.
Metode Perpetual, Mencatat setiap persediaan yang masuk dan keluar, sehingga nilai/jumlah persediaan selalu terupdate dalam pembukuan Memiliki internal kontrol yang lebih baik namun mengharuskan disiplin dalam mencatat ( harus dilengkapi sistem terkomputerisasi.
Metode Periodik, Persediaan tidak di-update apabila ada persediaan yang masuk atau keluar. Persediaan akhir diketahui dengan melakukan stock opname pada akhir periode. Persediaan yang tidak ada pada saat perhitungan stock opname = persediaan yang digunakan (persediaan yang hilang dianggap digunakan,  karena tidak ada kontrol pencatatan)
Dalam Metode Perpetual, pada waktu membeli barang dibuat jurnal yang men-debet akun Persediaan Barang Dagangan dan meng-kredit akun Hutang atau Kas. Pada waktu menjual barang dibuat jurnal yang mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun Persediaan sehingga akun Persediaan akan menunjukkan harga pokok dari persediaan yang ada di gudang.
Jika menggunakan Sistem Periodik, jika ada penjualan barang tidak dibuat jurnal untuk harga pokok dari barang yang dijual di bagian akuntansi. Pada akhir tahun, persediaan yang ada di gudang penyimpanan dihitung jumlah kuantitasnya dan ditentukan nilai/harga belinya. Untuk menentukan persediaan yang dipakai/dijual, persediaan yang pernah ada (persediaan awal ditambah pembelian selama satu periode) dikurangi dengan persediaan akhir periode. Kemudian dibuat dua ayat jurnal penyesuaian. Jurnal yang pertama mendebet akun Ikhtisar Laba Rugi dan mengkredit akun Persediaan sejumlah persediaan awal. Jurnal yang kedua didasarkan atas hasil inventarisasi fisik barang pada akhir tahun. Jurnalnya mendebet akun Persediaan Barang Dagangan dan mengkredit akun Ikhtisar Laba Rugi. Ayat jurnal ini dibuat sekaligus dalam satu periode.
Perbedaan kedua metode pencatatan tersebut terhadap pembelian, penjualan, dan perhitungan harga pokok penjualan adalah sebagai berikut:
METODE BERKALA/PERIODIK
METODE TERUS-MENERUS/PERPETUAL

Pembelian barang dagangan dicatat pada perkiraan “pembelian barang dagangan” yang bisa disingkat dengan “pembelian”
Pembelian barang dagangan dicatat pada perkiraan “persediaan barang dagangan”

Penjualan barang dagangan langsung di catat pada perkiraan “penjualan barang dagangan” yang disingkat “penjualan”, tanpa dihitung harga pokok penjualannya.
Penjualan barang dagangan langsung dicatat pada perkiraan “penjualan barang dagangan” dengan menghitung harga pokok penjualannya.

Harga pokok penjualan baru dihitung pada akhir periode dengan menghitung kartu persediaan barang dagangan secara fisik.
Setiap saat harga pokok penjualan dapat diketahui dari kartu “persediaan barang dagangan”

Berikut ini adalah ilustrasi jurnal untuk sistem perpetual dan sistem periodic, namun belum mencakup seluruh transaksi berkaitan dengan persediaan, seperti pembayaran ongkos angkut, penerimaan dan pemberian diskon.
Transaksi
Sistem Periodek
Sistem Perpetual

1.
Membeli barang dagangan secara kredit Rp 10.000
Pembelian
Hutang
10.000
 
10.000
Persediaan Brg Dag
Hutang
10.000
 
10.000

2.
Retur pembelian Rp 500
Hutang
Retur Pembelian
500
 
500
Hutang
Persediaan Brg Dag
500
 
500

3.
Terdapat barang yang dijual. Harga jual Rp 4.000 dan harga pokok barang Rp 1.500
Piutang/Kas
Penjualan
4.000
 
4.000
Piutang/Kas
Penjualan
HPP
Persediaan Brg Dag
4.000
 
1.500
 
4.000
 
1.500

4.  
Pada akhir tahun 
Mutlak harus dilakukan inventarisasi fisik karena tanpa inventarisasi fisik barang, tidak dapat diketahui persediaan yang ada
Tanpa inventarisasi sudah dapat diketahui persediaan, namun inventarisasi perlu dilakukan 

Misalkan menurut perhitungan fisik pada akhir tahun saldo persediaan Rp 200 dan pada awal tahun Rp 150.
 
Ikhtisar L/R
Persediaan B.D.
 
Persediaan B.D
Ikhtisar L/R
 
150
 
 
200
 
 
150
 
 
200
Jika hasil inventarisasi fisik tidak sama dengan saldo rekening persediaan, perusahaan perlu membuat jurnal, jika sama tidak perlu membuat jurnal.

atau dengan ilustrasi seperti:
Menggunakan Metode Perpetual
Pembelian persediaan :
Dr. Persediaan 5.000
Cr.Kas di Bendahara Pengeluaran 5.000
Pemakaian persediaan:
Dr.Beban persediaan 3.000
Cr.Persediaan 3.000
Di akhir periode/saat penyesuaian:
Tidak dilakukan penjurnalan
Saldo Persediaan 5.000 – 3.000 = 2.000
Di akhir diketahui persediaan tersisa 1500 padahal berdasarkan pencatatan sebesar 2.000 sehingga ada 500 yang hilang.
Penyesuaian:
Dr. Kerugian kehilangan barang 500
Cr.Persediaan 500
*jika kegiatan ini rutin terjadi dapat diklasifikasikan sebagai beban persediaan, namun jika jumlahnya material dan jarang terjadi masuk beban non operasional.
Jurnal ini juga digunakan untuk mencatat nilai persediaan yang rusak / mengalami penurunan nilai, karena daluwarsa (perlu berita acara yang menyatakan barang persediaan rusak.

Menggunakan Metode Periodik
Pembelian persediaan (pendekatan aset) :
Dr. Persediaan 5.000
Cr.Kas di Bendahara Pengeluaran 5.000
Pemakaian persediaan:
Tidak dilakukan penjurnalan
Di akhir periode/saat penyesuaian:
Diketahui persediaan yang tersisa 2.000
Dr.Beban persediaan 3.000
Cr.Persediaan 3.000
Pembelian persediaan (pendekatan beban) :
Dr. Beban Persediaan 5.000
Cr.Kas di Bendahara Pengeluaran 5.000
Pemakaian persediaan:
Tidak dilakukan penjurnalan
Di akhir periode/saat penyesuaian:
Diketahui persediaan yang tersisa 2.000
Dr.Persediaan 2.000
Cr. Beban Persediaan 2.000
Di awal periode dibuat jurnal balik untuk konsistensi
Dr. Beban Persediaan 2.000
Cr. Persediaan 2.000










2.5. Permasalahan dalam persediaan
Pemerintah Daerah kini sedang giat-giatnya menginventarisir aset daerah khususnya aset tetap. Tetapi bukan cuma aset tetap saja yang menjadi sorotan, ada pos lain yang harus mendapat perhatian ekstra oleh Pemerintah Daerah yaitu Pos Persediaan.
Nilai persediaan di Neraca tidak sebesar Aset Tetap tetapi sering menjadi pengecualian oleh BPK. Seperti yang terjadi di beberapa Pemerintah Daerah, permasalahan umum persediaan menjadi pengecualian adalah bahwa sistem pencatatan dan pelaporan persediaan belum memadai yang disebabkan antara lain:
Penyimpan dan pengurus barang tidak melakukan pencatatan yang memadai atas persediaan pada SKPD.
Penyaluran barang kepada pemakai tidak didukung dengan bukti permintaan barang atau penyerahan barang.
Tidak pernah dilakukan stock  opname secara rutin sebagai bentuk pengendalian.
Itulah permasalahan umum yang terjadi pada persediaan di beberapa Pemerintah Daerah. Adanya permasalahan tersebut membuat terhambatnya penerapan akuntansi berbasis akrual.
2.6.  Solusi dari permasalahan dalam persediaan
Melihat permasalahan yang ada memang tidak terlalu rumit permasalahan yang terjadi tetapi pemecahannya pun tidak mudah, karena itu perlu disusun strategi perbaikan untuk mengatasi permasalah tersebut. Berdasarkan permasalahan yang di ungkapkan oleh BPK, strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu:
Penertiban dan penatausahaan persediaan
Seperti pada Aset tetap daerah, penertiban dan penatausahaan persediaan merupakan hal yang sulit dilakukan oleh pemerintah daerah. Hal ini disebabkan karena pengadaan persediaan biasanya melekat pada kegiatan dimana pengadaan dan pemakaiannya langsung dilaksanakan oleh PPTK kegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian pengurus dan penyimpan barang yang seharusnya melakukan penatausahaan persediaan, tidak mendapatkan data yang akurat tentang pengadaaan dan pemakaian persediaan. Langkah yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan penertiban pengadaan dan pemakaian persediaan. Penertiban ini dapat dilakukan dengan komitmen pemerintah daerah yang dituangkan dalam kebijakan akuntansi tentang persediaan yang mengatur prosedur pengadaan dan penggunaan persediaan di setiap SKPD. Setelah penertiban dapat dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan penatausahaan persediaan yang baik, dengan cara sebagai berikut:
Mencatat pada daftar/ buku persediaan yang disediakan secara teratur tentang pengadaan dan pemakaian persediaan dan menyimpan bukti2 pembelian dan pemakaian persediaan.
Membuat kartu permintaan pemakaian barang sebagai bukti untuk pengeluaran persediaan.
Membuat kartu persediaan perjenis barang atau kartu stock sebagai kontrol.

Stock opname persediaan
Pemeriksaan fisik atau stock opname persediaan adalah langkah selanjutnya yang wajib dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai langkah pengendalian penatausahaan persediaan daerah. Mungkin akan muncul pertanyaan untuk apa lagi dilakukan stock opname  jika telah melakukan penatausahaan persediaan dengan baik dimana semua pergerakan barang persediaan sudah terekam, komplit dan tidak ada yang terlewatkan. Menurut teori, sistem pencatatan persediaan terbagi atas 2 yaitu sistem perpetual dan sistem periodik dimana pada sistem perpetual setiap transaksi persediaan telah tercatat pada saat terjadinya sedangkan pada sistem periodik, saldo akhir persediaan ditentukan dengan melakukan perhitungan fisik persediaan.
Untuk penatausahaan persediaan yang baik, seharusnya mengawinkan kedua teori tersebut karena diatas kertas dengan sistem perpetual mestinya setiap pergerakan barang sudah terekam di kartu stock dan buku persediaan, tetapi ada beberapa kejadian menyangkut persediaan yang lolos dari pencatatan (perekaman) yaitu:
Persediaan Kadaluarsa.
Persediaan Rusak dalam penyimpanan.
Persediaan Hilang.

Kejadian-kejadian tersebut tidak bisa diketahui hanya dengan melihat catatan atau kartu stock saja sehingga stock opname perlu dilakukan untuk menentukan nilai persediaan pada suatu periode secara akurat. Hal yang dimaksud dengan dilakukan untuk menentukan nilai persediaan adalah dengan cara:
Melakukan perhitungan fisik sisa persediaan secara berkala, kata-kata “berkala” disini tidak dapat di tentukan harus berapa kali namun apabila melihat lampiran Permendagri 17 tahun 2007, pengurus barang wajib membuat laporan persediaan barang habis pakai per semester sehingga dapat disimpulkan minimal 2 kali setahun pemda harus melakukan stock opname  untuk menunjang penyusunan laporan tersebut.
Berdasarkan hasil stock opname, harus dibuatkan berita acara pemeriksaan fisik persediaan yang memuat sisa persediaan pada periode tertentu dan kondisi persediaan (baik, rusak, kadaluarsa, hilang).
Melakukan pelaporan nilai persediaan di Neraca. Pelaporan persediaan dituangkan dalam Neraca yang berdasarkan buku persediaan setelah rekonsiliasi antara catatan dan hasil pemeriksaan fisik persediaan yang dilakukan dan apabila terjadi selisih harus dapat menjelaskannya di Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis normal, atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam membuat barang yang akan dijual. Persediaan merupakan aktiva menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur) maka perusahaan jasa tidak memiliki persediaan, perusahaan dagang hanya memiliki persediaan barang dagang sedang perusahaan industri memiliki 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi (siap untuk dijual). Hampir seluruh oprasional instansi pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan banyak membutuhkan persediaan. Oleh karenanya, pemerintah sebagai organisasi publik yang bertugas menyediakan barang dan jasa publik, ia harus mengelola persediaannya secara baik. Selain dikelola, pemerintah juga harus mempertanggungjawabkan tentang persediaan ini pada akhir tahun anggaran karena dianggap sebagai bahan habis pakai. Penilaian persediaan meliputi Penilaian dengan pendekatan arus harga pokok (FIFO, LIFO. Metode Rata-rata), Penilaian Persediaan Selain Arus Harga Pokok  (Lower Cost of Market, Gross Profit Method, Retail Method ). Akuntansi pemerintahan dalam mencatat pengadaan persediaan menggunakan metode fisik (physical method) atau metode periodik (periodical method)

Saran
Mengingat semakin banyaknya pertanggung jawaban yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengelola persediaan maka untuk menghindari atau untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul sebaiknya diperlukan Diadakannya penertiban serta stock of name atas persediaan serta Diadakannya pengecekan secara berkala (misal satu kali tiga bulan) oleh pemerintah daerah terhadap SKPD atas pencatatan persediaan yang dilakukan oleh pegawai SKPD.

DAFTAR PUSTAKA

Ismi Kurnia Hayati., 2016., Persediaan dalam Akuntansi Pemerintah., http://ismikurniahayati.blogspot.co.id/2016/01/persediaan-dalam-akuntansi-pemerintah.html
Akuntansi Dasar 2 – Modul : BAB 4 Persediaan (inventory)

Suci Fajarrany Puspitaningrum ., 2015., Akuntansi persediaan., http://sukasukasuci.blogspot.co.id/2015/06/akuntansi-persediaan.html
Kementerian Dalam Negeri Direktorat Jenderal Keuangan Daerah., modul Akuntansi Pemerintah Daerah Berbasis Akrual: Akuntansi Persediaan.
Wiradinata, Rochanda., 2012., DASAR-DASAR AKUNTANSI., Alfabeta:Bandung; Cetakan Keempat.

Senin, 23 Mei 2016

PSAP 9 akuntansi kewajiban



(PASP 9) akuntansi kewajiban
BAB I

 Pendahuluan
1.1    Latar Belakang
Akuntansi kewajiban pemerintah diatur dalam peraturan pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2005 dalam standar akuntansi pemerintahan pernyataan No.09 (PSAP) tentang Akuntansi Kewajiban. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan yang berasal dari pinjaman. Pinjaman tersebut dapat berasal dari masyarakat, lembaga keuangan,  pemerintah lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, atau kewajiban dengan pemberi jasa lain. Kewajiban pemerintah dapat juga timbul dari pengadaan barang dan jasa dari pihak ketiga yang belum dibayar pemerintah pada akhir tahun anggaran.
Kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak mengingat atau atau peraturan perundangan. Tugas atau tanggung jawab untuk bertindak atau melakukan sesuatu pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan perusahaan karena tindakan atau transaksi sebelumnya.
Pengorbanan ekonomis dapat berbentuk penyerahan utang, aktifa lain jasa-jasa, atau melakukan pekerjaan tertentu.tindakan atau transaksi sebelumnya itu dapat berupa uang, barang atau jasa, diakuinya suatu beban atau kerugian.
1.2 Rumusan Masalah
1.       Apa definisi kewajiban?
2.       Apa saja klasifikasi kewajiban?
3.       Bagaimana pengakuan kewajiban dalam akuntansi pemerintahan?
4.       Bagaimana pengukuran kewajiban dalam akuntansi pemerintahan?
5.       Bagaimana penyelesaian kewjiban sebelum jatuh tempo pada akuntansi pemerintahan?
1.3    Tujuan
1.    Memahami pengertian kewajiban
2.    Memahami klasifikasi kewajiban
3.    Memahami pengakuan kewajiban
4.    Menjelaskan pengukuran kewajiban
5.  Memahami perlakuan akuntansi untuk penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1    DEFINISI DAN KLASIFIKASI KEWAJIBAN
A.    Pengertian Kewajiban
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan yang berasal dari pinjaman. Pinjaman tersebut dapat berasal dari masyarakat, lembaga keuangan,  pemerintah lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, atau kewajiban dengan pemberi jasa lain. Kewajiban pemerintah dapat juga timbul dari pengadaan barang dan jasa dari pihak ketiga yang belum dibayar pemerintah pada akhir tahun anggaran.
B. Klasifikasi Kewajiban
Kewajiban pemerintah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.
1.        Kewajiban Jangka Pendek
Kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang diharapkan  dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. Kewajiban jangka pendek lainnya. Misalnya bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
2.        Kewajiban Jangka Panjang
Kewajiban jangka panjang merupakan kewajiban yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan. Jika pada akhir periode akuntansi, pemerintah mempunyai utang jangka panjang, maka pemerintah harus melakukan reklasifikasi kewajiban tersebut ke kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.
Dalam hal terjadi kesulitan likuiditas pemerintah dapat melakukan restrukturisasi atau pendanaan kembali terhadap utang-utangnya yang akan jatuh tempo.
Apabila hal ini terjadi, entitas pelaporan dapat memasukkan kewajiban jatuh temponya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan ke dalam klasifikasi kewajiban jangka panjang, jika:
Ø  Jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan
Ø  Entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas dasar jangka panjang
Ø  Maksud tersebut didukung  dengan adanya suatu perjanjian pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.
2.2     Pengakuan DAN Pengukuran KEWAJIBAN
A.    Pengakuan Kewajiban
Kewajiban pemerintah diakui jika besar kemungkinan pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sampai saat ini, dan kewajiban tersebut dapat diukur dengan andal.
Prasyarat peristiwa masa lalu sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Peristiwa tersebut menimbulkan suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Peristiwa  yang dimaksud mungkin dapat berupa suatu kejadian internal dalam entitas seperti timbul kewajiban kepada pegawai organisasi pemerintah akibat pemerintah belum membayar tunjangan pegawai, ataupun dapat berupa kejadian eksternal yang melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti adanya transaksi dengan entitas lain.
Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau pada saat kewajiban timbul. Kewajiban dapat  timbul dari:
·         Transaksi pertukaran (exchange transactions)
·         Transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), dimana pemerintah belum melaksanakan kewajibannya sampai akhir periode akuntansi
·         Kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events)
·         Kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events).
Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-masing pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa sebagai gantinya pemerintah berjanji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa depan.
Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Hanya ada satu arah arus sumber daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, kewajiban harus diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada tanggal pelaporan.
Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui transaksi dengan pertukaran.
Terdapat kewajiban pemerintah yang timbul bukan didasarkan pada transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar kendali pemerintah. Pengakuan kewajiban yang timbul dari kejadian tersebut sama dengan kewajiban yang timbul dari transaksi dengan pertukaran.
B. Pengukuran Kewajiban
Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang  rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.
Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti karakteristik dari masing-masing pos.
1.      Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable)
Terhadap barang/jasa yang telah diterima pemerintah dan belum dibayar, termasuk barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah mengakui kewajiban tersebut sebagai utang di neraca.
Contoh: Kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah. Kontraktor tersebut sudah menyelesaikan porsi pekerjaan tahap I dan telah menyerahkan kepada pemerintah. Jumlah tagihan termin I tersebut sampai akhir tahun belum dibayar. Oleh karena itu, jumlah tersebut merupakan utang yang harus disajikan di neraca.
Apabila dalam jumlah kewajiban terdapat utang yang disebabkan adanya transaksi antar unit pemerintahan, penyajiannya  harus dipisahkan dari kewajiban kepada unit nonpemerintahan.
2.      Utang Transfer
Merupakan kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang-undangan. Diakui dan dinilai sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3.      Utang Bunga (Accrued Interest)
Utang bunga pinjaman pemerintah dicatat sebesar biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang bunga pinjaman pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban jangka pendek.
Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkanoleh pemerintah daerah (provinsi, kota, dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN.
Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan untuk PFK yang belum disetorkan kepada yang berhak harus disajikan sebagai utang di neraca  sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.
Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo pungutan/potongan tersebut harus disajikan di neraca  sebesar jumlah yang masih harus disetorkan sebagai utang PFK.
Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Contohnya  Pinjaman obligasi yang jatuh tempo tahun yang akan datang sebesar Rp 1 Milyar disajikan sebesar nilai nominal.
6.       Perubahan Valuta Asing
Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut. Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode tidak dapat diandalkan.
Pada setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.  Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam mata uang asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan atau penurunan ekuitas dana periode berjalan. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam mata uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang berhubungan dan ekuitas dana pada entitas pelaporan. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode.
2.3 PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO
Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik oleh penerbit (call feature) dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka perbedaan antara harga perolehan kembali dan nilai tercatat netonya harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban yang berkaitan.
Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai tercatat (carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan menyesuaikan jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang berhubungan.

Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat (carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang terkait, jumlah perbedaan yang ada juga diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
A.    Tunggakan
Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban.
Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal yang mengharuskan debitur untuk melakukan pembayaran kewajiban kepada kreditur.
Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan. Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan dan solvabilitas satu entitas.
Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang.
B.     Restrukturisasi Utang
Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang terkait.
Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga efektif yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai tunai jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. Berdasarkan tingkat bunga efektif  yang baru akan dapat menghasilkan jadwal pembayaran yang baru dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo.
Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan .
Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang berkaitan.
Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran kas masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas masa depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang.
Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu.
C.    Penghapusan Utang
Penghapusan utang adalah pembatalan secara sukarela tagihan oleh kreditur kepada debitur, baik sebagian maupun seluruhnya, jumlah utang debitur dalam bentuk perjanjian formal diantara keduanya. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di bawah nilai tercatatnya.
Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada restrukturisasi utang di pragaraf sebelumnya berlaku.Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas sebagai debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas dahulu ke nilai wajarnya dan kemudian menerapkan ketentuan pada resktrusturisasi paragraf sebelumnya, serta  mengungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban dan aset nonkas yang berhubungan.
Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara:
Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur.
D. Biaya-Biaya yang Berhubungan Dengan Utang Pemerintah
Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman dana.Biaya-biaya dimaksud meliputi:

a.Bunga atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang;

b.Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman
c.Amortisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya konsultan, ahli hukum, commitment fee, dan sebagainya.
d.Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga.
Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 82.
Dalam keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan hal tersebut.
Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu yang berkaitan selama periode pelaporan.

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan uraian diatas kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan diatas  alah Kewajiban merupakan utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.
Kewajiban jangka pendek adalah kewajiban-kewajiban yang penyelesaianya harus menggunakan aktifa lancar atau pembentukan kewajiban lancar lainya. Sedangkan kewajiban jangka panjang adalah  semua kewajiban perusahaan yang jatuh temponya lebih dari satu periode akuntansi, yang akan dilunasi dengan menggunakan sumber-sumber yang bukan digolongkan sebagai aktiva lancar. Utang jangka panjang ini, umumnya dibutuhkan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dana dalam merealisasikan rencana-rencana strategis perusahaan.
3.2 Saran
    
Semoga makalah ini dapat membatu bagi para pembaca khususnya mahasiswa pendidikan ekomoni dan dapat memahami apa itu kewajiban dan juda dapat menggunakan makalah ini sebagaimana mestinya.
Selain itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon di maklumi jika ada salah penulisan dalam makalah, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
https://sibukkerjatugas.wordpress.com/2012/01/26/akuntansi-kewajiban-psap-no-9/