Selasa, 31 Mei 2016

PSAP 5

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Persediaan (Inventory), merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi, hampir 50% dana perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk membeli bahan-bahan bangunan. Sehingga perusahaan jasa tidak memiliki persediaan, perusahaan dagang hanya memiliki persediaan barang dagang sedang perusahaan industri memiliki 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi (siap untuk dijual).
Hampir seluruh oprasional instansi pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan banyak membutuhkan persediaan. Oleh karenanya, pemerintah sebagai organisasi publik yang bertugas menyediakan barang dan jasa publik, ia harus mengelola persediaannya secara baik. Selain dikelola, pemerintah juga harus mempertanggungjawabkan tentang persediaan ini pada akhir tahun anggaran karena dianggap sebagai bahan habis pakai.
Dalam laporan keuangan, persediaan merupakan hal yang sangat penting karena baik laporan Rugi/Laba maupun Neraca tidak akan dapat disusun tanpa mengetahui nilai persediaan. Kesalahan dalam penilaian persediaan akan langsung berakibat kesalahan dalam laporan Rugi/Laba maupun neraca. pencatatan persediaan ini sendiri sebagai bahan nantinya untuk pertanggungjawaban, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang terdiri dari dua lampiran, yaitu Lampiran I mengatur kebijakan akuntansi yang menggunakan basis akrual sedangkan Lampiran 2 mengatur kebijakan akuntansi yang masih menggunakan basis kas menuju akrual (cash toward accrual). Selain itu juga didukung dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 05. Akan tetapi, penerapan akuntansi berbasis akrual ini bukanlah sesuatu yang mudah, Ini terbukti dengan adanya beberapa permasalahan yang terjadi pada beberapa pemerintah daerah.
Berdasarkan penjabaran diatas terlihat bahwa persediaan ini harus dilakukan pengelolaan dengan baik mengingat beberapa kebijakan baru yang harus dipenuhi serta permasalahan yang timbul karenanya. Keadaan tersebut membuat penulis tertarik untuk mengambil tema dalam pembuatan makalah kali ini, yaitu tentang Akuntansi Persediaan.

Rumusan Pembahasan

Apa yang dimaksud dengan Akuntansi Persediaan?
Apakah yang dimaksud dengan pengakuan persediaan?
Apakah yang dimaksud dengan pengukuran persediaan?
Bagaimana pencatatan akuntansi persediaan?
Apa permasalahan yang terjadi dalam persediaan?
Bagaimana solusi dari permasalahan dalam persediaan?

Tujuan Pembahasan

Untuk mengetahui Pemahaman tentang pengertian akuntansi persediaan.
Untuk mengetahui pengakuan persediaan dalam akuntansi pemerintahan.
Untuk mengetahui pengukuran persediaan dalam akuntansi pemerintahan.
Untuk mengetahui cara pencatatan akuntansi persediaan.
Untuk mengetahui tentang permasalahan yang terjadi dalam persediaan.
Untuk mengetahui tentang solusi dari permasalahan dalam persediaan.

Manfaat Pembahasan

Dengan mempelajari makalah akuntansi persediaan diharapkan mampu memberikan pengetahuan tentang pentingnya melakukan pengelolaan persediaan. Serta dapat memberikan pengetahuan tentang pengakuan persediaan dan pengukuran persediaan dalam akuntansi pemerintahan. Mengetahui cara pencatatan akuntansi persediaan. Dan yang terakhir untuk mengetahui tentang permasalahan yang terjadi dalam persediaan serta membahas tentang solusi dari permasalahan dalam persediaan tersebut.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Akuntansi Persediaan
Menurut Peraturan Pemerintah RI  Nomor 71 tahun 2010, yang dimaksud dengan persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan (supplies) yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Inventory menurut perusahaan dagang, Persediaan merupakan barang-barang yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk dijual kembali dengan tanpa mengubah bentuk dan kualitas barang, atau dapat dikatakan tidak ada proses produksi sejak barang dibeli sampai dijual kembali oleh perusahaan.
Inventory menurut perusahaan industry, adalah barang-barang atau bahan yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut menjadi barang jadi atau setengah jadi atau mungkin menjadi bahan baku bagi perusahaan lain, hal ini tergantung dari jenis dan proses usaha utama perusahaan. Misalnya : Perusahaan industri permintaan kapas, bahan bakunya adalah kapas dari petani atau perkebunan, diolah menjadi benang, benang merupakan barang jadi baginya. Sedangkan perusahaan industri kain bahan bakunya adalah benang yang diolah menjadi kain sebagai barang jadi, dan perusahaan industri pakaian jadi membutuhkan bahan baku kain dan seterusnya.
Dengan gambaran diatas maka persediaan untuk perusahaan-perusahaan manufaktur pada umumnya mempunyai tiga jenis persediaan yaitu:
Bahan baku (direct material)
Barang persediaan milik perusahaan yang akan diolah lagi melalui proses produksi, sehingga akan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sesuai dengan kegiatan perusahaan. Besarnya persediaan bahan baku dipengaruhi oleh perkiraan produksi, sifat musiman produksi, dapat diandalkannya pihak Pemasok serta tingkat efisiensi penjadwalan pembelian dan kegiatan produksi.
Barang dalam proses ( Work in proses)
Adalah barang yang masih memerlukan proses produksi untuk menjadi barang jadi, sehingga persediaan barang dalam proses sangat dipengaruhi oleh lamanya produksi, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak saat bahan baku masuk keproses produksi sampai dengan saat penyelesaian barang jadi.
Barang jadi (Finished goods)
Adalah barang hasil proses produksi dalam bentuk final sehingga dapat segera dijual, pada persediaan ini besar kecilnya persediaan barang jadi sebenarnya merupakan masalah koordinasi produksi dan penjualan. Manajer keuangan dapat merangsang peningkatan penjualan dengan cara mengubah persyaratan kredit atau dengan memberikan kredit untuk resiko yang kecil (marginal risk). Tetapi tidak peduli apakah barang-barang tercatat sebagai persediaan atau sebagai piutang dagang, manajer keuangan harus tetap membiayainya. Sebenarnya perusahaan lebih suka menjualnya (dan tercatat sebagai piutang dagang), karena dengan demikian untuk menuju realisasi kas tinggal satu langkah saja. Dan laba potensial dapat menutup tambahan resiko penagihan piutang.
2.1.1. Karakteristik Persediaan
Karakteristik persediaan dalam Akuntansi Pemerintah tidak jauh beda dengan organisasi sektor publik yang lainnya, yang menggunakan persediaan bukan untuk dijual kembali tetapi untuk pelayanan masyarakat. Berikut terdapat dua hal penting yang menjadi karakteristik dari persediaan yaitu:
Sisi manfaat
Jika dilihat dari sisi manfaatnya, persediaan disini dikatakan sebagai aset lancar. Aset lancar sendiri merupakan aset yang memiliki masa manfaat satu tahun atau 12 (dua belas) bulan. Suatu asset dapat digolongkan kedalam persediaan apabila :
Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah. Termasuk dalam kelompok ini adalah barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak pakai habis seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses produksi. Persediaan dalam kelompok ini meliputi bahan yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat-alat pertanian, dan lain-lain.
Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. Contoh persediaan yang termasuk dalam kelompok ini adalah alat-alat pertanian setengah jadi.
Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan. Contohnya adalah hewan/tanaman.

Sisi bentuk (wujud) barangnya
Sisi bentuk (wujud) barang yang dimaksud adalah dalam bentuk barang atau perlengkapan, bahan, barang dalam proses dan barang untuk dijual/diserahkan dalam rangka kegiatan pemerintahan. Barang bisa diartikan sebagai aset definitif yang dapat langsung digunakan, sedangkan perlengkapan merupakan aset definitif yang digunakan bersama dengan aset definitif lainnya dan bahan merupakan benda yang akan digunakan untuk proses produksi.. Contoh, mobil dan sparepart. Dua-duanya merupakan aset definitif karena dua-duanya merupakan barang jadi. Apabila kita membeli mobil tentu sudah termasuk bagian-bagian yang disebut dengan sparepart. Mobil dapat langsung digunakan yaitu sebagai alat angkutan. Sedangkan sparepart merupakan bagian-bagian yang tidak dapat diambil manfaatnya secara tersendiri. Sparepart bermanfaat apabila dipasang sebagai bagian dari mobil, sehingga mobil bisa didefinisikan sebagai barang sedangkan sparepart didefinisikan sebagai perlengkapan. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa suatu barang akan didefinisikan sebagai persediaan, apabila entitas hanya memperoleh/mengambil masa manfaat atas barang tersebut tidak lebih dari satu tahun atau 12 (dua belas) bulan dan/atau barang/benda tersebut merupakan perlengkapan, bahan, barang dalam proses dan barang untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat.

2.1.2.  Jenis-Jenis Persediaan
Persediaan terdiri dari beberapa jenis yaitu
Berdasarkan sifat pemakaiannya, persediaan terdiri dari barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
Berdasarkan bentuk dan jenisnya, persediaan terdiri dari barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam proses/setengah jadi dan barang-barang untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
Bedasarkan tujuan strategis/berjaga-jaga, persediaan ini berupa cadangan energi (misalnya minyak) dan cadangan pangan (misalnya beras).

2.2. Pengakuan persediaan
Pengakuan merupakan pencatatan suatu item dalam akuntansi yang selanjutnya akan disajikan dalam laporan keuangan. Pengakuan membutuhkan konsep untuk menentukan kapan dan bagaimana transaksi keuangan dapat diakui sebagai unsur dalam laporan keuangan. Bagaimana persediaan diakui sebagai unsur yang akan disajikan dalam laporan keuangan pemerintah berbasis akrual, yaitu pada saat terpenuhinya hal-hal berikut ini:
Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Biaya tersebut didukung oleh bukti/dokumen yang dapat diverifikasi dan di dalamnya terdapat elemen harga barang persediaan sehingga biaya tersebut dapat diukur secara andal, jujur, dapat diverifikasi, dan bersifat netral
Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah.
Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik.
2.3. Pengukuran persediaan
Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan. Persediaan dicatat sebesar jumlah uang yang menjadi nilai dari persediaan tersebut. Jumlah uang tersebut menunjukkan biaya yang dapat diukur secara andal atas perolehan/kepemilikan persediaan.
Pengukuran Nilai Persediaan disajikan sebesar:
Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
Ilustrasi:
Pada tanggal 1 Pebruari Dinas membeli obat-obatan senilai Rp100.000.000,00. dari pembelian tersebut terdapat biaya lelang sebesar Rp2.000.000,00. Fungsi akuntansi akan mencatat nilai persediaan sebesar:
Biaya Perolehan = Pembelian + biaya lelang
= Rp100.000.000,00 + Rp2.000.000,00
= Rp102.000.000,00
Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis berdasarkan ukuran – ukuran yang digunakan pada saat penyusunan renana kerja dan anggaran.
Ilustrasi:
Dinas Kehutanan Kota Jaya memproduksi minyak kayu putih sendiri. Biaya untuk membuat minyak kayu putih terdiri atas bahan baku senilai Rp75.000.000,00 gaji para pekerja sebesar Rp25.000.000,00 serta biaya overhead senilai Rp 5.000.000,00. Berdasarkan informasi tersebut, fungsi akuntansi akan mencatat nilai persediaan sebesar:
Nilai persediaan = Biaya Langsung (Biaya Variabel) + Biaya Tidak Langsung (Biaya Tetap)
= Rp75.000.000,00 + Rp25.000.000,00 + Rp5.000.000,00
= Rp105.000.000,00
Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan. Harga/nilai wajar perseiaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakan dinilai dengan menggunakan nilai wajar.
Ilustrasi:
Dinas Pertanian Kota Jaya menerima donasi berupa pupuk dari pabrik pupuk sebanyak 100 ton. Berdasarkan hasil survei di pasar, harga pupuk per ton adalah Rp1.000.000,00. Berdasarkan informasi tersebut, fungsi akuntansi akan mencatat nilai persediaan pupuk sebesar 1.000 ton x Rp1.000.000,00 atau Rp1.000.000.000,00.
Ada beberapa pengukuran atau penilaian dalam persediaan, yaitu:
Penilaian dengan pendekatan arus harga pokok (cost basic flow approach)
Dalam pendekatan ini terdapat dua sistem pencatatan persediaan yaitu sistem periodik dan sistem perpetual yang masing-masing ada tiga cara penilaian persediaan, yaitu:
FIFO (First in First Out), masuk pertama keluar pertama. Metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan awal (pertama) masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dengan nilai perolehan persediaan yang terakhir masuk (dibeli). Metode ini cenderung menghasilkan persediaan yang nilainya tinggi dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan yang dibeli.
LIFO (Last In First Out), masuk terakhir keluar pertama. Metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan terakhir masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dan dilaporkan berdasarkan nilai perolehan persediaan yang awal (pertama) masuk atau dibeli. Metode ini cenderung menghasilkan nilai persediaan akhir yang rendah dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan yang rendah.
Metode Rata-rata (average method). Dengan menggunakan metode ini nilai persediaan akhir akan menghasilkan nilai antara nilai persediaan metode FIFO dan nilai persediaan LIFO. Metode ini juga akan berdampak pada nilai harga pokok penjualan dan laba kotor.
Penilaian Persediaan Selain Arus Harga Pokok
Dalam pendekatan ini ada tiga metode yang digunakan, yaitu:
Lower Cost of Market, Yaitu metode harga terendah antara harga pokok dan harga pasar. Metode ini dapat diterapkan dalam kondisi persediaan tidak normal, misalnya cacat, rusak dan kadaluarsa. Pokok dari metode ini adalah membandingkan nilai yang lebih rendah antara nilai pasar (replacement value) dan nilai perolehan (cost). Nilai pasar yang akan dipilih harus dibatasi, yaitu tidak boleh lebih rendah dari batas bawah (floor limit) dan tidak boleh lebih tinggi dari batas atas (ceiling limit).
Gross Profit Method, Metode laba kotor ini bersifat estimasi dalam penilaian persediaannya. Biasanya diterapkan karena keterbatasan dokumen yang terkait dengan persediaan, misalnya karena terjadi bencana kebakaran dan banjir. Dasar penilaian persediaannya adalah pada persentase laba kotor perusahaan tahun berjalan atau rata-rata selama beberapa tahun. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
mengestimasi nilai penjualan tahun berjalan,
menghitung nilai harga pokok penjualan berdasarkan pada persentase laba kotor yang telah diketahui dan
menghitung estimasi nilai persediaan akhir dengan mengurangkan harga pokok penjualan terhadap penjualan
Retail Method, Metode eceran ini menilai persediaan akhir dengan cara menghitung terlebih dahulu nilai persediaan akhir berdasarkan eceran. Nilai persediaan akhir dengan harga pokok akan diketahui dengan cara menghitung rasio antara nilai persediaan yang tersedia untuk dijual dengan pendekatan harga pokok dibandingkan dengan pendekatan ritel. Kemudian rasio yang diperoleh dikalikan dengan persediaan akhir yang dinilai dengan pendekatan eceran dapat dirumuskan sebagai berikut:
2.4. Pencatatan akuntansi persediaan
Akuntansi pemerintahan dalam mencatat pengadaan persediaan menggunakan metode fisik (physical method) atau metode periodik (periodical method) artinya persediaan yang diperoleh atau diadakan dicatat sebagai “belanja” yang merupakan komponen atau nominal/temporer. Namun persediaan yang dibeli/diperoleh secara pisik diadministrasikan oleh bagian gudang/barang berdasarkan prinsip perpetual. Secara periodik (biasanya akhir tahun buku) berdasarkan hasil perhitungan pisik, nilai persediaan dicatat dalam akun “persediaan” di sisi debit, dan akun “cadangan” dicatat di sisi kredit.
Metode Perpetual, Mencatat setiap persediaan yang masuk dan keluar, sehingga nilai/jumlah persediaan selalu terupdate dalam pembukuan Memiliki internal kontrol yang lebih baik namun mengharuskan disiplin dalam mencatat ( harus dilengkapi sistem terkomputerisasi.
Metode Periodik, Persediaan tidak di-update apabila ada persediaan yang masuk atau keluar. Persediaan akhir diketahui dengan melakukan stock opname pada akhir periode. Persediaan yang tidak ada pada saat perhitungan stock opname = persediaan yang digunakan (persediaan yang hilang dianggap digunakan,  karena tidak ada kontrol pencatatan)
Dalam Metode Perpetual, pada waktu membeli barang dibuat jurnal yang men-debet akun Persediaan Barang Dagangan dan meng-kredit akun Hutang atau Kas. Pada waktu menjual barang dibuat jurnal yang mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun Persediaan sehingga akun Persediaan akan menunjukkan harga pokok dari persediaan yang ada di gudang.
Jika menggunakan Sistem Periodik, jika ada penjualan barang tidak dibuat jurnal untuk harga pokok dari barang yang dijual di bagian akuntansi. Pada akhir tahun, persediaan yang ada di gudang penyimpanan dihitung jumlah kuantitasnya dan ditentukan nilai/harga belinya. Untuk menentukan persediaan yang dipakai/dijual, persediaan yang pernah ada (persediaan awal ditambah pembelian selama satu periode) dikurangi dengan persediaan akhir periode. Kemudian dibuat dua ayat jurnal penyesuaian. Jurnal yang pertama mendebet akun Ikhtisar Laba Rugi dan mengkredit akun Persediaan sejumlah persediaan awal. Jurnal yang kedua didasarkan atas hasil inventarisasi fisik barang pada akhir tahun. Jurnalnya mendebet akun Persediaan Barang Dagangan dan mengkredit akun Ikhtisar Laba Rugi. Ayat jurnal ini dibuat sekaligus dalam satu periode.
Perbedaan kedua metode pencatatan tersebut terhadap pembelian, penjualan, dan perhitungan harga pokok penjualan adalah sebagai berikut:
METODE BERKALA/PERIODIK
METODE TERUS-MENERUS/PERPETUAL

Pembelian barang dagangan dicatat pada perkiraan “pembelian barang dagangan” yang bisa disingkat dengan “pembelian”
Pembelian barang dagangan dicatat pada perkiraan “persediaan barang dagangan”

Penjualan barang dagangan langsung di catat pada perkiraan “penjualan barang dagangan” yang disingkat “penjualan”, tanpa dihitung harga pokok penjualannya.
Penjualan barang dagangan langsung dicatat pada perkiraan “penjualan barang dagangan” dengan menghitung harga pokok penjualannya.

Harga pokok penjualan baru dihitung pada akhir periode dengan menghitung kartu persediaan barang dagangan secara fisik.
Setiap saat harga pokok penjualan dapat diketahui dari kartu “persediaan barang dagangan”

Berikut ini adalah ilustrasi jurnal untuk sistem perpetual dan sistem periodic, namun belum mencakup seluruh transaksi berkaitan dengan persediaan, seperti pembayaran ongkos angkut, penerimaan dan pemberian diskon.
Transaksi
Sistem Periodek
Sistem Perpetual

1.
Membeli barang dagangan secara kredit Rp 10.000
Pembelian
Hutang
10.000
 
10.000
Persediaan Brg Dag
Hutang
10.000
 
10.000

2.
Retur pembelian Rp 500
Hutang
Retur Pembelian
500
 
500
Hutang
Persediaan Brg Dag
500
 
500

3.
Terdapat barang yang dijual. Harga jual Rp 4.000 dan harga pokok barang Rp 1.500
Piutang/Kas
Penjualan
4.000
 
4.000
Piutang/Kas
Penjualan
HPP
Persediaan Brg Dag
4.000
 
1.500
 
4.000
 
1.500

4.  
Pada akhir tahun 
Mutlak harus dilakukan inventarisasi fisik karena tanpa inventarisasi fisik barang, tidak dapat diketahui persediaan yang ada
Tanpa inventarisasi sudah dapat diketahui persediaan, namun inventarisasi perlu dilakukan 

Misalkan menurut perhitungan fisik pada akhir tahun saldo persediaan Rp 200 dan pada awal tahun Rp 150.
 
Ikhtisar L/R
Persediaan B.D.
 
Persediaan B.D
Ikhtisar L/R
 
150
 
 
200
 
 
150
 
 
200
Jika hasil inventarisasi fisik tidak sama dengan saldo rekening persediaan, perusahaan perlu membuat jurnal, jika sama tidak perlu membuat jurnal.

atau dengan ilustrasi seperti:
Menggunakan Metode Perpetual
Pembelian persediaan :
Dr. Persediaan 5.000
Cr.Kas di Bendahara Pengeluaran 5.000
Pemakaian persediaan:
Dr.Beban persediaan 3.000
Cr.Persediaan 3.000
Di akhir periode/saat penyesuaian:
Tidak dilakukan penjurnalan
Saldo Persediaan 5.000 – 3.000 = 2.000
Di akhir diketahui persediaan tersisa 1500 padahal berdasarkan pencatatan sebesar 2.000 sehingga ada 500 yang hilang.
Penyesuaian:
Dr. Kerugian kehilangan barang 500
Cr.Persediaan 500
*jika kegiatan ini rutin terjadi dapat diklasifikasikan sebagai beban persediaan, namun jika jumlahnya material dan jarang terjadi masuk beban non operasional.
Jurnal ini juga digunakan untuk mencatat nilai persediaan yang rusak / mengalami penurunan nilai, karena daluwarsa (perlu berita acara yang menyatakan barang persediaan rusak.

Menggunakan Metode Periodik
Pembelian persediaan (pendekatan aset) :
Dr. Persediaan 5.000
Cr.Kas di Bendahara Pengeluaran 5.000
Pemakaian persediaan:
Tidak dilakukan penjurnalan
Di akhir periode/saat penyesuaian:
Diketahui persediaan yang tersisa 2.000
Dr.Beban persediaan 3.000
Cr.Persediaan 3.000
Pembelian persediaan (pendekatan beban) :
Dr. Beban Persediaan 5.000
Cr.Kas di Bendahara Pengeluaran 5.000
Pemakaian persediaan:
Tidak dilakukan penjurnalan
Di akhir periode/saat penyesuaian:
Diketahui persediaan yang tersisa 2.000
Dr.Persediaan 2.000
Cr. Beban Persediaan 2.000
Di awal periode dibuat jurnal balik untuk konsistensi
Dr. Beban Persediaan 2.000
Cr. Persediaan 2.000










2.5. Permasalahan dalam persediaan
Pemerintah Daerah kini sedang giat-giatnya menginventarisir aset daerah khususnya aset tetap. Tetapi bukan cuma aset tetap saja yang menjadi sorotan, ada pos lain yang harus mendapat perhatian ekstra oleh Pemerintah Daerah yaitu Pos Persediaan.
Nilai persediaan di Neraca tidak sebesar Aset Tetap tetapi sering menjadi pengecualian oleh BPK. Seperti yang terjadi di beberapa Pemerintah Daerah, permasalahan umum persediaan menjadi pengecualian adalah bahwa sistem pencatatan dan pelaporan persediaan belum memadai yang disebabkan antara lain:
Penyimpan dan pengurus barang tidak melakukan pencatatan yang memadai atas persediaan pada SKPD.
Penyaluran barang kepada pemakai tidak didukung dengan bukti permintaan barang atau penyerahan barang.
Tidak pernah dilakukan stock  opname secara rutin sebagai bentuk pengendalian.
Itulah permasalahan umum yang terjadi pada persediaan di beberapa Pemerintah Daerah. Adanya permasalahan tersebut membuat terhambatnya penerapan akuntansi berbasis akrual.
2.6.  Solusi dari permasalahan dalam persediaan
Melihat permasalahan yang ada memang tidak terlalu rumit permasalahan yang terjadi tetapi pemecahannya pun tidak mudah, karena itu perlu disusun strategi perbaikan untuk mengatasi permasalah tersebut. Berdasarkan permasalahan yang di ungkapkan oleh BPK, strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu:
Penertiban dan penatausahaan persediaan
Seperti pada Aset tetap daerah, penertiban dan penatausahaan persediaan merupakan hal yang sulit dilakukan oleh pemerintah daerah. Hal ini disebabkan karena pengadaan persediaan biasanya melekat pada kegiatan dimana pengadaan dan pemakaiannya langsung dilaksanakan oleh PPTK kegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian pengurus dan penyimpan barang yang seharusnya melakukan penatausahaan persediaan, tidak mendapatkan data yang akurat tentang pengadaaan dan pemakaian persediaan. Langkah yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan penertiban pengadaan dan pemakaian persediaan. Penertiban ini dapat dilakukan dengan komitmen pemerintah daerah yang dituangkan dalam kebijakan akuntansi tentang persediaan yang mengatur prosedur pengadaan dan penggunaan persediaan di setiap SKPD. Setelah penertiban dapat dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan penatausahaan persediaan yang baik, dengan cara sebagai berikut:
Mencatat pada daftar/ buku persediaan yang disediakan secara teratur tentang pengadaan dan pemakaian persediaan dan menyimpan bukti2 pembelian dan pemakaian persediaan.
Membuat kartu permintaan pemakaian barang sebagai bukti untuk pengeluaran persediaan.
Membuat kartu persediaan perjenis barang atau kartu stock sebagai kontrol.

Stock opname persediaan
Pemeriksaan fisik atau stock opname persediaan adalah langkah selanjutnya yang wajib dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai langkah pengendalian penatausahaan persediaan daerah. Mungkin akan muncul pertanyaan untuk apa lagi dilakukan stock opname  jika telah melakukan penatausahaan persediaan dengan baik dimana semua pergerakan barang persediaan sudah terekam, komplit dan tidak ada yang terlewatkan. Menurut teori, sistem pencatatan persediaan terbagi atas 2 yaitu sistem perpetual dan sistem periodik dimana pada sistem perpetual setiap transaksi persediaan telah tercatat pada saat terjadinya sedangkan pada sistem periodik, saldo akhir persediaan ditentukan dengan melakukan perhitungan fisik persediaan.
Untuk penatausahaan persediaan yang baik, seharusnya mengawinkan kedua teori tersebut karena diatas kertas dengan sistem perpetual mestinya setiap pergerakan barang sudah terekam di kartu stock dan buku persediaan, tetapi ada beberapa kejadian menyangkut persediaan yang lolos dari pencatatan (perekaman) yaitu:
Persediaan Kadaluarsa.
Persediaan Rusak dalam penyimpanan.
Persediaan Hilang.

Kejadian-kejadian tersebut tidak bisa diketahui hanya dengan melihat catatan atau kartu stock saja sehingga stock opname perlu dilakukan untuk menentukan nilai persediaan pada suatu periode secara akurat. Hal yang dimaksud dengan dilakukan untuk menentukan nilai persediaan adalah dengan cara:
Melakukan perhitungan fisik sisa persediaan secara berkala, kata-kata “berkala” disini tidak dapat di tentukan harus berapa kali namun apabila melihat lampiran Permendagri 17 tahun 2007, pengurus barang wajib membuat laporan persediaan barang habis pakai per semester sehingga dapat disimpulkan minimal 2 kali setahun pemda harus melakukan stock opname  untuk menunjang penyusunan laporan tersebut.
Berdasarkan hasil stock opname, harus dibuatkan berita acara pemeriksaan fisik persediaan yang memuat sisa persediaan pada periode tertentu dan kondisi persediaan (baik, rusak, kadaluarsa, hilang).
Melakukan pelaporan nilai persediaan di Neraca. Pelaporan persediaan dituangkan dalam Neraca yang berdasarkan buku persediaan setelah rekonsiliasi antara catatan dan hasil pemeriksaan fisik persediaan yang dilakukan dan apabila terjadi selisih harus dapat menjelaskannya di Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis normal, atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam membuat barang yang akan dijual. Persediaan merupakan aktiva menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur) maka perusahaan jasa tidak memiliki persediaan, perusahaan dagang hanya memiliki persediaan barang dagang sedang perusahaan industri memiliki 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi (siap untuk dijual). Hampir seluruh oprasional instansi pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan banyak membutuhkan persediaan. Oleh karenanya, pemerintah sebagai organisasi publik yang bertugas menyediakan barang dan jasa publik, ia harus mengelola persediaannya secara baik. Selain dikelola, pemerintah juga harus mempertanggungjawabkan tentang persediaan ini pada akhir tahun anggaran karena dianggap sebagai bahan habis pakai. Penilaian persediaan meliputi Penilaian dengan pendekatan arus harga pokok (FIFO, LIFO. Metode Rata-rata), Penilaian Persediaan Selain Arus Harga Pokok  (Lower Cost of Market, Gross Profit Method, Retail Method ). Akuntansi pemerintahan dalam mencatat pengadaan persediaan menggunakan metode fisik (physical method) atau metode periodik (periodical method)

Saran
Mengingat semakin banyaknya pertanggung jawaban yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengelola persediaan maka untuk menghindari atau untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul sebaiknya diperlukan Diadakannya penertiban serta stock of name atas persediaan serta Diadakannya pengecekan secara berkala (misal satu kali tiga bulan) oleh pemerintah daerah terhadap SKPD atas pencatatan persediaan yang dilakukan oleh pegawai SKPD.

DAFTAR PUSTAKA

Ismi Kurnia Hayati., 2016., Persediaan dalam Akuntansi Pemerintah., http://ismikurniahayati.blogspot.co.id/2016/01/persediaan-dalam-akuntansi-pemerintah.html
Akuntansi Dasar 2 – Modul : BAB 4 Persediaan (inventory)

Suci Fajarrany Puspitaningrum ., 2015., Akuntansi persediaan., http://sukasukasuci.blogspot.co.id/2015/06/akuntansi-persediaan.html
Kementerian Dalam Negeri Direktorat Jenderal Keuangan Daerah., modul Akuntansi Pemerintah Daerah Berbasis Akrual: Akuntansi Persediaan.
Wiradinata, Rochanda., 2012., DASAR-DASAR AKUNTANSI., Alfabeta:Bandung; Cetakan Keempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar